Oct19,
Oct19,

Cerita Pagi (Aksi 8 Tahun Pak SBY)

Ini bukan tentang cerita aktivitas pagi saya, tp ini adalah cerita yang ingin saya sampaikan pagi ini. Begini ceritanya...
Kemarin adalah kali ketiga saya ikut aksi. Pertama adalah saat peringatan Hari Tani Nasional (24/9) kemarin, dan kedua adalah besoknya saat hari jadi kota Bandung (25/9). Kedua aksi berlangsung damai dan tertib sampai akhir. Nah, lain cerita sama aksi yang saya ikuti kemarin. Aksi dalam rangka 8 Tahun Pak SBY di depan istana negara. Dari awal sampai mau bubar aksi berlangsung damai dan tertib... Eh tiba-tiba, dari arah depan sana mendadak ricuh (pastinya antara peserta dan aparat), saat itu saya ngga tahu pasti penyebabnya, karena saya di posisi agak jauh dari TKP. Saya cuma lihat beberapa peserta aksi yang berada di atas mobil sound berteriak-teriak untuk tenang dan mencegah. Satu di antara mereka ada yang sampai mengibas-kibaskan tongkat panji ke arah kericuhan (yang ini saya kenal orangnya --"). Selanjutnya, peserta aksi putri diminta untuk segera berlari menjauhi lokasi aksi, karena tindakan dari 'penjaga' (baca: polisi) semakin brutal. Padahal waktu itu kami udah merendah (baca: jongkok), harusnya penjaga ngga boleh lagi menekan-nekan tamengnya ke arah kami. Tapi mereka anger weh kitu. Alhasil, peserta putri diminta untuk segera menjauhi lokasi. Kami pun berlarian di jalan raya. (heaaah, berasa lagi tawuran --") menuju arah kantor RRI. Suasana masih ramai hingga beberapa menit ke depan..Saya dan teman-teman Unpad yang putri pun berkumpul menunggu teman-teman putra yang masih berada di lokasi. (oh ya, salah satu teman putra ternyata ada yang tertangkap). Kurang lebih setengah jam menunggu, kami pun berkumpul lagi dengan teman-teman putra. Di sana kami menunggu salah satu teman yang sedang dibawa ke polres. Suasana di lokasi sudah terlihat cukup sepi.
Saya pun diceritakan penyebab ricuh. Jadi, saat perwakilan dari kami sedang membacakan sikap sebelum closing, baru pembacaan poin ketiga, sound mati. Kemudian, saat perwakilan tersebut mau meneruskan dengan menggunakan toa, tiba-tiba beberapa aparat (baca: oknum) merangsek masuk ke barisan massa, dan melakukan tindakan brutal. Hey, padahal kami beberapa menit lagi pun sudah berniat bubar dan kami tidak melanggar waktu yang dijanjikan! Kami berencana selesai jam lima, dan saat itu masih jam setengah lima kurang. Mengesalkan? Pasti! Karena itu, beberapa peserta pun jadi gerah dan 'tidak terima'. Akhirnya, ricuhlah kami dan aparat.
Dan kalau terjadi seperti ini, siapa yang terkena persepsi negatif masyarakat? Sebagian besar pasti menganggap bahwa mahasiswalah (sebagai peserta aksi) yang telah melakukan tindak anarkis, sampai-sampai bikin kericuhan di jalan. Padahal ternyata, kamilah yang menjadi korban anarkisme para aparat. Belum lagi dari beberapa media yang juga cenderung tidak berpihak. Padahal mereka berada di tempat, tapi pemberitaannya menyebutkan seolah massa aksilah yang menyebabkan kericuhan. Benar-benar sulit diterima dan amat disayangkan.
Hingga saat ini jujur saya masih merasa kesal dan juga sedih. Kami melakukan aksi adalah bentuk kepedulian kami, teguran, dan reminder untuk para pemimpin kami. Dan mungkin itulah cara yang bisa kami lakukan untuk saat ini. Disayangkan sekali masih banyak pihak-pihak yang cukup mencibir dengan kegiatan aksi seperti ini. Saya yakin mereka yang mencibir pun tidak semuanya lebih baik dari mereka yang memilih aksi. Dan saya pun yakin, bahwa mereka para peserta aksi kelak tidak seperti yang orang kebanyakan katakan, "cuma bisa ngomong doang, ngga ada aksi nyata, cuma bikin rusuh" dan lain-lain. Justru mereka lah yang sudah terlatih untuk tumbuh jiwa kepeduliannya, kritis, berpikir strategis, cerdas, paham negosiasi, dan pastinya punya willingness untuk membangun bangsa. Bukannya acuh, egois, dan individualis. Karena mereka tidak sekedar berteriak, mereka memperhatikan, mengkaji, dan menyampaikan apa yang mereka tahu. Ya, saya yakin hal itu.
Tapi bagaimanapun saya kembali menghargai persepsi masing-masing orang mengenai hal ini. Silakan berpendapat, asal tidak perlu mencibir satu sama lain :)
Oct15,
Oct15,

Pelangi Muslimah 10

Alhamdulillah... (akhirnya posting lagi). Sepertinya banyak hal yang belum saya ceritakan di sini, tapi untuk sekarang saya mau cerita dulu tentang Pelangi Muslimah 10 atau disingkat PM10. Ngga kerasa sekarang udah PM lagi, padahal berasa baru kemarin PM9 (ceritanya ada di sini). Kalau tahun lalu saya jadi panitia, di PM10 sekarang saya jadi audience Free Blinkies. PM10 kemarin bertemakan "Cerdas, Ceria, Berwirausaha" acara talkshow diisi sm Teh Melly Rahardjo dan Oki Setiana Dewi. Dua wanita cantik, yang satu pemilik MR Collection dan satunya seorang writerpreneur. Alhamdulillah, banyak ilmu yang dibagikan. Mereka menyampaikan bahwa menjadi wanita haruslah mandiri. Jika nafkah seorang suami untuk keluarga adalah kewajiban, maka bagi wanita itu adalah sedekah. Sedikit yang menggelikan, Teh Melly menuturkan bahwa berwirausaha bisa menghindarkan para wanita dari aktivitas yang tidak jelas (misalnya nge-gossip sama tetangga sebelah Free Emoticons hihi). Tapi, berwirausaha bukan berarti juga menjadikan wanita sibuk ngga ketulungan dan lupa sama keluarga. Bagaimanapun peran utama wanita adalah sebagai istri dan ibu. Jadi, wirausaha bisa dikatakan sambilan lah. Karena keduanya juga menulis buku, kemarin mereka juga sedikit berbagi tentang dunia menulis. Quotes yang saya suka adalah kata Teh Melly, "menulislah apa yang kita rasakan bukan apa yang kita pikirkan." Dengan begitu tulisan yang dihasilkan lebih bermakna. Selain itu, Oki juga mengatakan bahwa "menulislah dalam keadaan kita dekat dengan Tuhan. Bagaimana kita bisa menyampaikan pesan-pesan kebaikan pada tulisan kita, kalau keadaan kita jauh dari Tuhan?" Bener banget. Saya sendiri merasakan hal itu. Ya, faktor kondisi ruhiyah kita cukup berpengaruh saat proses sedang menulis dan hasilnya nanti. Proses lancar, hasilnya berkah. Itu juga yang mengingatkan saya bahwa saat menulis harus menghindarkan diri dari orientasi materi. Yang paling utama adalah kualitas tulisan kita dan motivasi kita untuk bisa berbagi dengan pembaca. Tentunya sebagai muslim harus diawali terlebih dahulu dengan niat lillahi ta'ala. Biasanya dengan begitu keberkahan muncul, dan materi pun menyusul. Dan saya juga pernah merasakah keduanya. Berbeda sekali hasil tulisan saya,  saat saya hanya berorientasi materi dan pada saat saya punya motivasi tinggi untuk berbagi. Ya, bener-bener menjadi pelajaran saat itu. Dan mendengar cerita mereka kemarin membuat keinginan saya menulis kembali tumbuh (akhir-akhir ini dengan segudang hal yang harus saya kerjakan, memang intensitas menulis saya berkurang, di samping saya punya minat baru mungkin, hehe). Tapi, Alhamdulillah keinginan untuk intens lagi menulis kembali tumbuh. Yaah... mungkin suatu saat nanti saya pun jadi writerpreneur seperti mereka Orange Emoticons.
Nah, ini beberapa jepretan saya di acara kemarin...

Teh Uci (moderator), Teh Melly, dan Oki (materi dari Oki)

Teh Uci (moderator), Teh Melly, dan Oki (materi dari Teh Melly)

Teh Melly dan Oki
Copyright @ Gettar's | Floral Day theme designed by SimplyWP | Bloggerized by GirlyBlogger | Distributed by Deluxe Templates
Blogger Templates