Jan7,
Jan7,

Hanya Penggalan

“Kamu teman Diama kan?”
            Alika langsung menoleh. Gadis itu menahan napas sambil mengangguk. “I-iya, ada apa?”
            “Sekarang dia di mana?”
            “Kayanya dia ada di dalam kelas deh. Sebentar aku panggilin.” Alika langsung masuk ke dalam kelas, mencari sosok Diama, dan berjalan lurus menuju temannya tersebut. Gadis itu lalu duduk di depan meja menghadap Diama. “Hei. Michael Jordan nyariin kamu tuh di depan. Mau ngapain ya dia?” Alika mengatakan itu dengan suara pelan hampir berbisik.
            “Apa?” Diama mengalihkan perhatian dari bacaan di depannya. Gadis itu melepas sebelah earphone dari telinganya. “Kamu ngomong apa sih? Ngga kedengeran tahu.”
            “Ih Diamaaa…”
“Kok ih siiih? Habisnya yang kedengeran kamu malah sebut-sebut Michael Jordan.”
Alika tampak gemas. “Iyaaa. Dan sekarang Michael Jordan nyariin kamu tuh di depan.”
“Hah?” Diama mengangkat kedua alisnya heran. Ia tak mengerti dengan ucapan temannya, apa benar pemain basket Amerika itu ke sini dan mencari dia? “Siapa yang cari aku?”
Alika memajukan kedua bibirnya, mendesah pasrah, lalu mendekatkan wajahnya ke arah Diama. “Itu lho, anak basket kelas 2 IPA 3 yang sedang nge-hits diobrolin anak-anak.”
Diama melebarkan kedua matanya. “Mau apa dia?”
Alika mengangkat bahu. “Udah buruan ke sana.” Diama menurut. Ia berdiri, menarik tangan Alika, dan berjalan ke depan kelas. Di sana ia melihat seseorang yang Alika maksud.
“Kamu cari saya?”
Laki-laki itu, Ganang—siswa kelas 2 IPA 3  juga anggota klub basket sekolah yang sedang ramai dibicarakan seantero SMA Cendekia karena berhasil membawa piala kejuaraan pertandingan basket SMA se-Jakarta—menoleh. “Hai.” Ia menyapa, tapi terdengar hanya sebatas basa-basi.
“Ada apa?” Diama bertanya langsung. Ia ingin segera menyelesaikan urusannya dengan laki-laki di depannya tersebut. Diama menyadari bahwa mereka mulai menjadi pusat perhatian anak-anak yang ada di sekitar dan melintasi mereka.
“Ada yang mau saya bicarakan sama kamu.”
“Silakan.”
“Berdua. Jadi nggak di sini.”
Diama melebarkan kedua matanya. “Saya nggak mau, di sini aja.”
“Memang kenapa? Saya  nggak akan gigit atau cakar kamu.”
Diama melotot. “Nggak mau aja… dan juga nggak boleh.”
Ganang tersenyum setengah. Tampaknya gadis di hadapannnya ini cukup keras kepala. “Kalau nggak mau, saya balik ke kelas,” lanjut Diama.
Benar. Keras kepala. “Oke.” Ganang mencari-cari tempat di sekitar mereka yang cukup sepi. “Tapi kita bicara di sana.” Ganang melempar pandangannya ke arah ujung dekat tangga. Ia belum mendapati Diama setuju. “Please,” lanjutnya. Diama masih terdiam, tampak berpikir membuat Ganang menarik napas. “Hai Nona Diama. Itu ruangan terbuka, jadi kita nggak akan mutlak disebut berdua kalau berdiri di sana.” Diama masih diam. “Atau mau di pos satpam? Biar bisa bertiga dengan Pak Samad?” Ganang memberikan tawaran lain.
Diama menghela napas, lalu memandang sekilas ke arah Alika yang sejak tadi berdiri terdiam di sebelah mereka. “Aku ke situ sebentar ya,” ucapnya, lalu dianggukkan oleh Alika. Diama berjalan ke sudut yang ditunjuk Ganang. Sementara itu, Ganang berjalan di belakang Diama tanpa mendahului. Siswa itu tersenyum.

0 comments:

Post a Comment

Copyright @ Gettar's | Floral Day theme designed by SimplyWP | Bloggerized by GirlyBlogger | Distributed by Deluxe Templates
Blogger Templates