Jul11,
Jul11,

Para Bocah Itu...

Aku duduk tenang di tempatku. Damri tua yang kutumpangi melaju dengan kecepatan sedang melewati ruas-ruas jalan tol. Meskipun bus tua ini tidak terlalu penuh, tetapi bangku penumpang hampir seluruhnya terisi. Derasnya hujan membuat beberapa kali air menciprat masuk ke dalam melaui celah jendela dan pintu yang dibiarkan terbuka. Maklum, damri ini tak ber-AC sehingga pintu harus tetap terbuka agar udara di dalam tidak pengap.


Di depanku, di bangku yang menghadap ke samping, aku memperhatikan dua gadis kecil yang kuduga kakak beradik duduk dengan seorang lelaki paruh baya yang mungkin adalah ayahnya. Sepertinya usia kedua gadis kecil itu sekitar 7 sampai 10 tahun. Dengan wajah tak berekspresi kedua gadis itu terlihat sedang memperhatikan seorang bocah sebayanya yang tengah mengamen. Aku cukup penasaran. Kira-kira apa yang dipikirkan dua gadis tersebut saat itu?


Ku alihkan perhatianku. Sekarang aku terfokus pada telingaku. Aku masih menangkap suara lengkingan bocah pengamen tadi yang sedang menyanyikan salah satu lagu band. Suara bocah itu semakin meninggi berusaha mengalahkan deru mesin damri dan deru hujan yang bertambah deras. Tentu saja hal itu harus dilakukan bocah itu agar nyanyiannya dapat didengar oleh seluruh penghuni bus. Selesai menyanyi, bocah itu pun berkeliling dengan menengadahkan tangan untuk menerima recehan yang diberikan oleh para penumpang. Atau mungkin lebih tepatnya berharap menerima. Aku penasaran. Kira-kira bagaimana perasaan bocah itu?


Hujan telah berhenti. Damri telah keluar tol dan mulai melaju ke jalan raya. Aku melempar pandanganku ke arah luar melalui kaca jendela yang tak lagi bening. Karena lalu lintas yang macet, damri pun melaju perlahan. Pandanganku tertuju pada salah satu factory outlet. Beberapa mobil mewah berjejer parkir di halamannya. Kaca jendela bening dan besar menyajikan pemandangan produk-produk mewah yang dijual di dalamnya. Tepat di depan kaca tersebut kulihat tiga bocah, yang mungkin berumur 6 sampai 8 tahun, tengah bermain-main. Dua di antaranya perempuan dan satu lagi laki-laki. Mereka tampak kumal dengan pakaian lusuh yang melekat di tubuh-tubuh mungil mereka. Dengan menempelkan tubuhnya ke kaca jendela, mereka bercengkerama sambil melihat-lihat pemandangan di dalam factory outlet tersebut. Lagi-lagi aku penasaran. Kira-kira apa yang ada di pikiran mereka?


Entahlah. Aku tak pernah tau jawaban atas rasa penasaranku. Aku tak tahu apa yang dipikirkan atau bagaimana perasaan para bocah itu. Mungkin aku hanya bisa merasa iba melihat mereka. Dan mungkin orang lain pun merasakan iba sepertiku melihat para bocah itu. Mereka para bocah yang mengamen, atau mereka para bocah berpakaian lusuh yang bermain-main di pinggiran jalan. Lalu, kira-kira apakah mereka tahu bahwa orang lain merasa iba melihat mereka? Entahlah, lagi-lagi aku tak tahu jawabannya. Satu hal yang kutahu atas pemandangan para bocah itu adalah bahwa aku haruslah sangat bersyukur. Ya, sungguh aku harus sangat bersyukur bahwa masa kecilku tak seperti para bocah itu.


Hei para bocah… semoga Allah Sang Penyayang selalu melindungi kalian…

0 comments:

Post a Comment

Copyright @ Gettar's | Floral Day theme designed by SimplyWP | Bloggerized by GirlyBlogger | Distributed by Deluxe Templates
Blogger Templates