Mar22,
Mar22,

Jean Thierry Cha

Nama aslinya Cha Seung Jo. Tapi setelah hidup di Paris, namanya berubah menjadi Jean Thierry Cha. Pria berusia 33 tahun, seorang CEO brand ternama Artemis, dan memiliki posisi di Cheongdam-dong. Karakternya seperti tokoh utama pada umumnya, cool, tegas, dan mempesona pastinya. Sayangnya, dibalik kehidupan normalnya, Jean Thierry Cha memiliki riwayat penyakit yang menurut saya mengenaskan, namanya post-traumatic stress disorder. Kalau yang saya tangkap, itu sejenis penyakit di mana penderitanya tidak mau menerima kenyataan (saya belum searching sih tentang penyakit ini, hehe). Pada kasus Jean Thierry Cha, dia tidak bisa membedakan antara fantasi dan kenyataan, hingga membuatnya pernah hampir meninggal. Diceritakan karena kehidupannya yang memang menyedihkan.

Jean Thierry Cha pergi ke Perancis dengan terlebih dahulu memutuskan hubungan dengan ayahnya (kalau tidak salah karena ayahnya yang banyak menuntut) dan juga memutus hubungan warisan. Ayahnya sebagai presiden Royal Group menginginkan putranya untuk meneruskan perusahannya. Tapi  Cha Seung Jo yang gemar melukis tidak mau menurutinya (pokoknya konflik dia dan ayahnya agak ribet diceritakan). Di Perancis ia menjalin hubungan dengan Seo Yoon Joo, tapi kemudian diputus, karena mantan kekasihnya itu kembali ke Korea untuk meneruskan misi, memperoleh posisi di Cheongdam-dong (salah satu inti cerita). Hal ini awal Cha Seung Jo menderita penyakit tersebut. Tapi akhirnya dia sembuh dan singkat cerita berkarir hingga akhirnya menjadi CEO brand ternama (ckck, fileem fileeem -.-). Ia pun kembali ke Korea dan memiliki misi balas dendam kepada ayahnya dan Seo Yoon Joo (saat itu wanita ini sudah menjadi madame a.k.a 'nyonya besar' di brand fashion ternama pula dan memiliki posisi di Cheongdam-dong, GN Fashion). Di sela-sela misi balas dendamnya, Jean Thierry Cha pun bertemu dengan Han Se Kyung dan akhirnya saling jatuh cinta. Tapi, malangnya, Han Se Kyung--meskipun benar-benar jatuh cinta pada Cha Seung Jo--punya misi menjadikan Cha Seung Jo white rabbit-nya untuk memperoleh posisi di Cheongdam-dong. Tentu saja mengenaskan bagi seorang pria. 'Diperalat' dua wanita (ceritanya yang dicintai lagi) untuk memperoleh uang (hehe, desperate memang). Saat tahu Han Se Kyung juga demikian, penyakitnya pun kambuh. Padahal keduanya hampir menikah. Satu adegan yang menurut saya menyedihkan (haha, lebay sih, tapi beneran loh sedih!) adalah saat Cha Seung Jo mengajak Han Se Kyung ke gereja dan berimajinasi mereka berdua sedang menikah. Dengan tingkah yang biasa dia menunjuk ke tempat duduk sambil menyebut teman-temannya yang 'hadir'. Padahal tidak ada siapapun (huaaa! sumpah ini sedih loh). Saat Han Se Kyung mencoba menyadarkan, Cha Seung Jo langsung mengelak dan berkata (kira-kira seperti ini), "Diam Han Se! Jangan lanjutkan kata-katamu! Atau aku akan membunuhmu?" Jengjeng!! Dan seterusnya dan seterusnya...

'Ketidaknormalan' Cha Seung Jo membuat ia juga memiliki karakter yang childish dan egois. Meskipun di sisi lain ditampilkan tingkahnya yang kocak dan membuat saya banyak tertawa dan cengar-cengir menonton film si Jean Thierry Cha ini, Cheongdam-dong Alice. Hehe, entah kenapa saya lebih tertarik membahas karakter pemainnya dibandingkan jalan ceritanya. Mungkin lain kali saya bahas ceritanya :D

Tentu saja ada pelajaran yang bisa diambil dari cerita hidup si Jean Thiery Cha ini. Mungkin memang ada orang yang memiliki kehidupan seperti itu. Dan menurut saya penyebab dari semuanya hanya satu. Mereka yang seperti itu tidak memiliki pedoman yang jelas dalam menjalani hidup (ciyeh! tahu dari mana coba? haha). Jadi mereka hanya hidup dengan mengikuti perasaan dan sebatas daya nalar. Lihat aja. Ada konflik sama orang tua? Kabur. Ditinggal perempuan? Kena stress disorder. Akhirnya, pas udah sembuh? Malah balas dendam. Meskipun ujung-ujungnya bahagia sih. Namanya juga drama. Tapi, pelajaran yang diambil berarti setiap dari kita memang harus punya pedoman hidup yang jelas. Pedoman yang bisa memberi jawaban dan solusi dari setiap masalah yang kita alami. Biar tidak bernasib seperti si Jean Thierry Cha ini. Kaya iya, mempesona iya, tapi hidupnya itu lho. Saya aja sampai memelas ngelihatnya -.-. Ogah banget lah pokoknya!
Yaa... begitulah cerita si Jean Thierry Cha. Kira-kira seperti itu. Sekian! :D


Jean Thierry Cha (Cha Seung Jo) diperankan oleh Park Shi Hoo
Mar15,
Mar15,

Jumat

Jumat, hari yang spesial. Karena satu dari tujuh hari ini memiliki banyak keistimewaan seperti:

1. Hari raya setiap pekan, ayo mandi dan gosok gigi!
"Wahai kaum muslimin, sesungguhnya hari ini adalah hari yang dijadikan oleh Allah sebagai hari raya untuk kalian. Karena itu mandilah dan kalian harus mengosok gigi." (HR Thabrani)
"Sesungguhnya hari Jumat adalah hari raya, karena itu janganlah kalian jadikan hari raya kalian ini sebagai hari untuk berpuasa, kecuali jika kalian berpuasa sebelum atau sesudah hari Jumat." (HR Ahmad &Hakim)

2. Malaikat duduk di depan pintu masjid
"Apabila hari Jumat datang, para malaikat duduk di depan pintu masjid-masjid. Mereka mencatat setiap orang yang datang sesuai dengan waktu kedatangan mereka. Ada orang yang seperti berkurban unta, ada yang seperti berkurban sapi, ada yang seperti berkurban kambing, ada yang seperti berkurban ayam, ada yang seperti berkurban burung, dan ada yang seperti berkurban telur. Ketika muadzin melakukan adzan dan imam sudah duduk di mimbar, maka buku catatan ditutup dan mereka masuk masjid, mendengarkan khutbah." (HR Ahmad)

3. Special time
"Hari terbaik saat matahari terbit adalah hari Jumat. Di hari ini Adam diciptakan, di hari ini pula kiamat terjadi, di hari Jumat terdapat satu waktu, apabila ada seorang hamba yang shalat, memohon kepada Allah di waktu itu, maka Allah akan memberi pintanya." (HR Abu Daud Ath-Thayalisi)

4. Anjuran membaca surat Al Kahfi
"Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jumat, dia akan disinari cahaya di antara dua dunia." (HR An Nasa'i dan Baihaqi)
Subhanallah! Kali ini kudu bilang wow! :D

sumber di sini
 
 
Mar12,
Mar12,

Nyidam Sari

Gara-gara membaca status seorang teman yang menge-post lagu dengan lirik bahasa jawa, saya jadi mendadak kangen  mendengar koleksi lagu bahasa jawa saya. Ah... memutar lagu-lagu tersebut sudah tentu membuat saya rindu dengan suasana rumah. Kalau di rumah, lagu-lagu itu terdengar dari kaset pita yang disetel di radio-tape. Tapi sekarang saya cuma bisa dengar dari laptop. Tentu saja sensasinya berbeda. Kalau dari kaset pita, saya akan mendengar suara pita kaset berputar saat jeda lagu. Mungkin terdengar remeh, tapi bagi saya ada sensasi tersendiri :D
Orang di rumah yang paling suka mendengarkan lagu adalah Ibu. Dan itu menurun ke saya dan kedua Mas saya (panggilan saya untuk kakak laki-laki saya). Di samping Ermy Kulit, Broery Marantika, Harvey Malaiholo, Utha Likumahuwa, sampai The Beatles dan Air Supply, Ibu juga suka mendengarkan lagu campur sari. Penyanyi favoritnya adalah Manthous. Dan saya pun ketularan. Saya suka sekali dengan suaranya yang berat. Sangat khas. Dari beberapa lagu Manthous, saya paling suka dengan Nyidam Sari dan Yen Ing Tawang Ono Lintang. Selain irama nya yang adem, liriknya juga so sweet!

Nyidam Sari
Upomo sliramu sekar melati, aku kumbang nyidam sari
Upomo sliramu margi wong manis, aku kang bakal ngliwati
Sineksen lintange luku semono, janji prasetianing ati
Tansah kumathil ning netro rinoso, Keroso rasaning ndriyo
Midero sak jagad royo, kalingono wukir lan samudro
Nora ilang memanise aduh, dadi ati selawase
Nalika niro ing ndalu atiku, lamlaman siro wong ayu
Nganti ora bakal lali, dadi ati sak lawase

Yen Ing Tawang Ono Lintang
Yen ing tawang ono lintang cah ayu, aku ngenteni tekamu
Marang mego ing angkoso, sung takok-ke pawartamu
Janji janji aku eling cah ayu, sumedot rosoning ati
Lintang lintange wingi nimas, tresna ku sundul ing ati
Ndak semono janjimu disekseni, mego kartiko kairing roso tresno asih
Yen ing tawang ono lintang cah ayu, rungokno tangis ing ati
Minaring swaraning ratri nimas, ngenteni wulan ndadari

(nb: lirik ditulis berdasarkan pelafalan, bukan penulisan :D)

Kya! Dan ujung-ujungnya saya pun kangen sama Ibu! :')


sumber gambar di sini



Mar8,
Mar8,

Euritmik... (Totto-chan)

Kya! Rasanya lama sekali saya tidak membuat postingan di blog ini.. Sebenarnya tidak ada hal yang benar-benar ingin  saya ceritakan sekarang. Tapi, karena saya sudah cukup kangen membuat postingan, jadi saya memutuskan untuk menulis postingan ini.

Baiklah, saya  akan sedikit bercerita tentang pengalaman saya baru-baru ini. Beberapa waktu lalu saya mendapat kesempatan menjadi pengajar privat seorang anak balita. Tepatnya balita usia empat tahun. Mungkin saya akan menceritakan di lain waktu tentang bagaimana saya bisa menjadi seorang pengajar privat balita. Yang ingin saya ceritakan adalah, karena pengalaman baru ini saya kembali tertarik membaca novel saya, Totto-chan. Dengan kembali membaca novel itu, saya berharap bisa mendapat banyak inspirasi untuk mengajar balita. Meskipun usia Totto-chan, sang pemeran utama novel, sudah tidak lagi balita (Totto-chan adalah siswa kelas satu Tomoe Gakuen). Tapi setidaknya saya mendapat banyak gambaran bagaimana seseorang terjun mendidik anak-anak. Tentu saja, untuk hal satu ini saya tidak punya cukup pengalaman. Karena saya memang belum mempunyai anak, hehe. Meskipun saya memiliki sedikit pengalaman menghadapi keponakan-keponakan. Tapi itu masih kurang. Bagi saya ini bukan hal yang mudah. Saya sudah mengajar selama dua hari kemarin. Dan saya menyadari kalau saya benar-benar membutuhkan effort yang cukup besar (hehe, mungkin agak berlebihan, tapi seseorang akan mengiyakan kalau sudah merasakannya). Meskipun yang saya hadapi adalah seorang balita. Tapi saya benar-benar harus mengetahui cara yang tepat dan kreatif. Ya, karena itulah saya tertarik kembali membaca Totto-chan. Bagi yang sudah pernah membacanya, pasti akan mengakui bahwa novel tersebut memang inspiratif dan mampu memberikan gambaran tentang dunia anak-anak. Khususnya dalam mendidik mereka.

Salah satu bab yang saya suka pada novel itu adalah Euritmik. Bab ini menceritakan tentang Tomoe Gakuen yang mengadakan kegiatan euritmik untuk para siswanya. Kegiatan euritmik Tomoe Gakuen dilakukan dengan melatih tubuh memahami irama. Setiap siswa dibebaskan untuk melakukan gerakan dengan mengikuti irama musik. Singkatnya, kegiatan euritmik ini dilakukan agar siswa dapat memperluas persepsi indrawi mereka terhadap alam (yaitu dengan berlatih peka terhadap irama musik). Juga agar mereka lebih peka dalam menggunakan intuitif mereka akan inspirasi. Karena itu, Sosaku Kobayashi, sang kepala sekolah, mengungkapkan...
Punya mata, tapi tidak melihat keindahan. Punya telinga, tapi tidak mendengar musik. Punya pikiran tapi tidak memahami kebenaran. Punya hati tapi hati itu tak pernah tergerak dan karena itu tidak pernah terbakar. Itulah hal-hal yang harus ditakuti.
Itulah tujuan euritmik. Dan ungkapan tersebut pula yang membuat saya menyukai bab Euritmik pada novel ini. Bagi yang belum pernah baca, coba saja baca. Saya sendiri, disamping banyak inspirasi, juga banyak tersenyum membaca kisah si Totto-chan ini :D
Copyright @ Gettar's | Floral Day theme designed by SimplyWP | Bloggerized by GirlyBlogger | Distributed by Deluxe Templates
Blogger Templates